Penulis: Muhana Fawwaz Sausan
Editor Cover dan Teks : Irfan Adi Yuwono
Nasi ketan ditambah ragi
Jadikan tape buat nostalgia
Teman-teman selamat pagi
Semoga sehat selalu bahagia
Assalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh dan Salam Sejahtera bagi kita semua. Halo kawan-kawan HIMASIS!
Di era digital seperti sekarang, informasi tersebar begitu cepat melalui internet dan media sosial. Setiap hari, kita melihat video, audio, dan gambar yang tampak nyata dan meyakinkan. Namun, tidak semua yang terlihat nyata itu benar adanya.
Bayangkan sebuah video yang viral, menampilkan seorang tokoh penting mengucapkan hal kontroversial. Anda melihat wajahnya, mendengar suaranya, dan semuanya terlihat nyata. Namun kenyataannya, semua itu palsu. Konten ini dibuat menggunakan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang dikenal sebagai Deepfake.
Fenomena Deepfake dan media sintetis bukan lagi sekadar eksperimen teknologi, tetapi ancaman nyata di era digital. Contohnya, pada tahun 2021 di Uni Emirat Arab, peretas menggunakan audio deepfake untuk meniru suara CEO dan memerintahkan transfer dana senilai $35 juta. Kasus ini menunjukkan seberapa serius dampak teknologi ini.
Secara sederhana, Deepfake adalah konten video atau audio yang dimanipulasi menggunakan AI, khususnya Generative Adversarial Networks (GAN). Sedangkan media sintetis adalah istilah lebih luas untuk semua konten yang dibuat atau dimodifikasi menggunakan AI.
Bagaimana Deepfake Bekerja?
Pada dasarnya, Deepfake dibuat dengan algoritma AI yang canggih, biasanya menggunakan GAN, yang terdiri dari dua bagian utama:
-
Generator – Membuat konten palsu, misalnya menukar wajah seseorang.
-
Discriminator – Menilai apakah konten tersebut asli atau palsu.
Kedua jaringan ini “bertarung” satu sama lain hingga generator mampu menghasilkan konten yang sulit dibedakan dari aslinya. Hasilnya adalah video atau audio yang tampak nyaris sempurna.
Dulu, teknologi ini hanya bisa digunakan oleh ahli AI. Sekarang, dengan aplikasi yang lebih mudah diakses publik, potensi penyalahgunaan meningkat pesat.
Bahaya dan Dampak Negatif Deepfake
Penyalahgunaan Deepfake dapat mengancam berbagai aspek kehidupan, mulai dari individu hingga keamanan nasional.
1. Ancaman terhadap Demokrasi dan Informasi
-
Misinformasi: Deepfake dapat menciptakan video atau audio palsu politisi untuk memanipulasi opini publik, terutama saat pemilu. Hal ini bisa mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap media dan informasi resmi.
-
Keamanan nasional: Teknologi ini bisa digunakan untuk menyebarkan propaganda atau memicu konflik sosial dan politik.
2. Ancaman terhadap Keuangan dan Bisnis
-
Penipuan korporat: Audio deepfake memungkinkan penjahat meniru suara eksekutif senior untuk memerintahkan transfer dana, seperti kasus di Uni Emirat Arab.
-
Penipuan identitas: Konten deepfake bisa digunakan untuk menipu sistem verifikasi berbasis wajah atau suara di bank dan layanan digital.
3. Ancaman terhadap Individu
-
Pelecehan seksual: Salah satu penyalahgunaan paling umum adalah menempelkan wajah seseorang ke konten pornografi tanpa izin, yang bisa merusak reputasi dan psikologi korban.
-
Pencemaran nama baik: Konten palsu dapat dibuat untuk memeras atau menjatuhkan seseorang, merusak karier dan hubungan sosial.
Cara Mendeteksi dan Melindungi Diri
Dunia teknologi kini sedang dalam “perlombaan senjata” antara pembuat deepfake dan pendeteksi.
-
Teknologi deteksi: Peneliti AI mencari jejak digital yang ditinggalkan AI, misalnya gerakan mata yang tidak alami atau distorsi kecil pada video.
-
Literasi digital: Pengguna harus kritis, misalnya:
-
Memeriksa informasi dari lebih dari satu sumber terpercaya.
-
Memperhatikan detail video, seperti sinkronisasi bibir dengan suara.
-
-
Content provenance: Proyek seperti C2PA mencoba menambahkan metadata atau watermark digital pada konten untuk membuktikan keaslian dan melacak sumbernya.
Regulasi dan Hukum secara Global
Negara-negara maju mulai mengatur penggunaan deepfake. Misalnya, Uni Eropa sedang merancang EU AI Act, yang mewajibkan label jelas untuk konten deepfake. Platform media sosial juga melarang konten yang menyesatkan, terutama yang menyangkut pelecehan atau manipulasi politik.
Regulasi dan Hukum secara Lokal
Di Indonesia, belum ada regulasi yang secara khusus menyebutkan deepfake. Namun, hukum yang ada dapat digunakan untuk menindak:
-
UU ITE: Menangani pencemaran nama baik dan penyebaran konten asusila.
-
KUHP: Pasal tentang penipuan atau pemalsuan dapat diterapkan pada kasus deepfake finansial.
Meski demikian, diperlukan regulasi baru yang lebih spesifik untuk:
-
Menentukan deepfake kriminal secara jelas.
-
Memberikan sanksi tegas.
-
Mengamanatkan platform media sosial untuk menghapus konten berbahaya.
Mari kita tingkatkan literasi digital agar dunia maya tetap aman dan terpercaya, bukan sarang kebohongan yang disintesis dengan cerdas.
Sumber :
Chairani, M. A., Yitawati, K., & Pradhana, A. P. (2024). Urgensi Pengaturan Hukum Bagi Penyalahgunaan Aplikasi Deepfake. JURNAL RECHTENS, 13(1), 81–96.
Zahro’, A., Nur Fadhilah, R. R., Hermawati, S. Z., Imaduddin, G. N., & Santoso, A. A. (2024). Dampak Penyalahgunaan Deepfake dalam Memanipulasi Visual: Menguak Potensi Infopocalypse di Era Post‑Truth terhadap Asumsi Masyarakat pada Media Massa. Jurnal Kawistara.
Desmikian HIMASIS ARTIKEL kali ini. Semoga pembahasan tentang Memahami Budaya dan Regulasi Deepfake dan Synthetic Media dapat memberikan inspirasi serta pengetahuan baru bagi sobat pembaca semia.
Terimakasih sudah menyimak sampai akhir, dan tetap ikuti HIMASIS ARTIKEL untuk konten menarik lainnya seputar teknologi dan sistem informasi.
Sampai jumpa di artikel berikutnyaa
#SALAMPERUBAHAN
#BERSATUDALAMKOLABORASI